DINO DAN PINTU AJAIB


DINO DAN PINTU AJAIB
(Oleh: Nur Wadiah Rangkuti, S.Pd)
SDIT Darussalam 02

Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang anak pemberani bernama Dino. Ia tinggal bersama kakeknya yang sudah tua di sebuah gubuk reot di pinggir hutan. Orang tuanya sudah lama meninggal dunia karena terjatuh dari tebing ketika mencari kayu bakar di dalam hutan. Kala itu ia masih berumur satu tahun. Hanya kakeknyalah yang merawat dan membesarkan Dino hingga sebesar sekarang.
Berkat didikan kakeknya, Dino yang sudah berusia 8 tahun sudah bisa membantu pekerjaan kakeknya. Mencari kayu bakar dan memetik buah-buahan lalu menjualnya ke desa terdekat. Selain dididik untuk hidup mandiri, Dino juga dibekali ilmu agama sejak dini oleh kakeknya. Sehingga ia tumbuh menjadi seorang anak yang religious dan selalu mendoakan kedua orang tuanya. Karena himpitan ekonomi, Dino yang masih kecil sudah harus bangun pagi dan menemani kakeknya mencari kayu bakar di dalam hutan. Namun, kakeknya selalu mewanti-wanti Dino untuk tidak pernah pergi ke hutan sebelah selatan. Konon katanya, hutan itu terkenal angker.
Suatu hari, kakek dino yang sudah tua jatuh sakit. Ia hanya bisa terbaring lemah di atas tikar lusuh di dalam gubuk reot milik mereka. Dino sangat sedih melihat kondisi kakeknya. Awalnya Dino ingin mengajak kakeknya berobat ke desa terdekat dengan tempat tinggal mereka, namun, kakeknya menolak karena mereka tidak punya uang untuk berobat. Dino ingin memaksa kakeknya, namun ia juga sadar kalau mereka memang tidak punya uang untuk berobat.
Akhirnya, Dino pun pergi ke hutan seorang diri untuk mencari kayu bakar yang nantinya akan dijual untuk biaya berobat kakeknya. Namun, ternyata kayu bakar di hutan tempat mereka biasa mencari kayu bakar sudah mulai habis. Dia hanya dapat sedikit saja. Dia lalu berpikir, di sebelah hutan ini ada sebuah hutan yang masih alami. Pasti masih banyak kayu bakar di sana. Lalu dengan langkah pasti dia pun berjalan menuju ke arah selatan. Meskipun dia ingat pesan kakeknya bahwa dia tidak boleh ke sana, namun Dino tidak punya pilihan lain. Dia hanya berdoa semoga Tuhan yang Maha Kuasa menjaga dia.
Awalnya tidak ada yang aneh di hutan itu, semuanya terlihat biasa saja. Sama seperti hutan-hutan lainnya. Ia juga mendapat banyak kayu bakar untuk bisa dibawa pulang. Namun, semua itu tidak berlangsung lama. Tiba-tiba dari arah belakang Dino muncul seekor singa yang sangat besar. “Grrr… berani sekali kamu menginjak hutan larangan ini anak kecil. Kamu tahu, setiap orang yang berani masuk ke hutan ini tidak ada yang kembali dengan selamat. Kebetulan, hari ini saya belum makan apa-apa. Sepertinya dagingmu akan sangat enak rasanya. Huahaha”.
Dino merasa sangat takut, dia mulai menangis dan menyesali perbuatannya yang telah melanggar perkataan kakeknya. Dia lalu berdoa minta pertolongan kepada Allah agar menjaga dia. Singa itu terlihat mulai mengaum dan memperlihatkan taring-taringnya. Dino sudah pasrah, dia hanya berdoa semoga dia masih diberikan kesempatan untuk bertemu kembali dan meminta maaf pada kakeknya.
Saat itu, tiba-tiba sebuah pintu yang sangat cantik muncul dihadapannya. Persis berada diantara dia dan singa. Tanpa berpikir panjang, ia pun masuk ke dalam pintu tersebut. Isi dalam pintu tersebut membuat Dino takjub. Kini dihadapannya terpampang sebuah ruangan yang sangat luas dan megah. Kelap-kelip lampu hias terpasang di mana-mana. Sebuah karpet merah nan mewah persis berada di depannya. Dengan ragu-ragu, Dino mulai berjalan mengikuti arah karpet tersebut. Ternyata karpet itu berakhir pada sebuah meja yang diatasnya terdapat burung Beo yang terkurung dalam sebuah sangkar emas. Namun burung Beo tersebut tidak bisa bersuara. Hanya terlihat raut wajah sedih dan seperti meminta pertolongan kepada Dino.
Dengan sangat hati-hati, akhirnya Dino pun membuka sangkar itu dan mengeluarkan burung Beo. Ternyata, ada sebuah kawat kecil yang melilit mulut Beo sehingga ia tidak bisa bersuara. Dino pun membuka lilitan kawat itu dan membebaskan Beo. Namun, keanehan terjadi lagi. Burung Beo itu tiba-tiba berubah menjadi seorang putri yang cantik dengan sayapnya yang sangat indah.
“Terimaksih telah membebaskan saya Dino. Sudah berpuluh-puluh tahun saya terjebak di sini. Saya dihukum oleh Ratu Peri karena melanggar peraturan di dunia peri. Saya hanya akan bebas jika ada manusia baik yang pemberani datang kesini dan membebaskan saya. Ternyata kamu orangnya. Pintu yang kamu masuki tadi adalah pintu ajaib yang hanya akan muncul jika ada orang baik dalam bahaya di hutan ini. Dino, kamu adalah orang baik. Anak yang soleh dan juga berbakti kepada kakekmu.”
Dino hanya bisa terdiam dan bengong menyaksikan semua keajaiban yang terjadi di depan matanya.  
“Sekarang kamu harus pulang, Bawalah serta kayu bakar yang kamu kumpulkan tadi. Singa yang tadi adalah penjaga hutan ini, dia hanya ingin menguji keberanianmu. Dan ternyata kamu adalah anak yang pemberani. Dia sekarang sudah pergi. Pulanglah, dan sebagai ucapan terimakasih, bawalah tongkat emasku ini. Jual dan bawalah kakekmu berobat.”
“ Pe…pe…peri? Benarkah kamu adalah peri hutan ini? Lalu apa kamu yang telah menolong saya dari ancaman singa tadi?
“Bukan, bukan saya yang menolongmu, Dino. Tapi, Allah lah yang telah menolongmu berkat doa dan juga kebaikan-kebaikanmu. Saya hanya sebagai perantara yang ditugaskan untuk membantumu.”
Dino pun bersyukur dan berterimakasih kepada peri.
“Sekarang pulanglah, pejamkan matamu dalam hitungan ketiga buka kembali matamu. Senang bisa bertemu dan mengenal anak baik sepertimu”.
Dino pun menututp mata dan berhitung dalam hati. Dalam hitungan ketiga, perlahan ia mulai membuka matanya. Ternyata ia sudah berada di depan gubuk reot kakeknya. Dino segera masuk dan meminta maaf pada kakeknya. Awalnya kakeknya bingung dengan sikap Dino. Namun setelah Dino menceritakan semuanya, barulah kakeknya mengerti. Meskipun sempat ingin memarahi Dino karena telah melanggar perkataanya, namun akhirnya ia bersyukur mempunyai seorang cucu pemberani dan juga soleh seperti Dino.
Dari hasil menjual tongkat emas peri tadi, akhirnya kehidupan mereka mulai membaik. Kakeknya sudah sembuh, dan mereka bisa memperbaiki gubuk reot kakeknya menjadi sebuah rumah sederhana. Namun, Dino dan juga kakeknya tetap hidup sederhana. Akhirnya mereka pun hidup damai dan bahagia selamanya.

*Tamat*


















Komentar