Bukit Telah Kudaki


BUKIT TELAH KUDAKI
Oleh: Asmayeni

      
Aku tidak pernah membayangkan kalau berumah tangga itu akan banyak duri-duri yang akan kita lalui, hal yang ada di fikiranku saat aku akan menikah adalah bahagia dengan pujaan hati. Tanpa terfikir dipikiranku bagaimana biaya rumah tangga nantinya. Bukit akan kudaki nanti.

Tibalah saat yang kutunggu-tunggu. Aku menikah lebih kurang 29 tahun yang lalu. Tentu saja pernikahanku dengan si buah hati banyak sekali rintanggannya. Maklumlah calon suamiku seorang Ir yang waktu itu bekerja sebagai SPPD serjana pelopor pembangunan desa. Kalau ndak salah itu artinya yang ditempatkan di KUD.

Banyak sekali orang ingin menikah dengan calon suamiku, karena di kampungku kalau ndak salah hanya 2 orang Ir dan  yang satu lagi sudah menikah. Hal yang membuatku suka, disamping Ir, suamiku orang yang taat beribadah dan sering jadi imam di mesjid.

Sewaktu aku menikah, aku hanya tamatan sekolah SLTA dan bekerja honor di KUA. Aku menyempatkan diri kuliah sambil bekerja. Aku menikah di semester V karena suamiku bilang umurnya sudah 30 tahun. Aku waktu itu 24 tahun dan dia ndak mau menikah lewat dari umur tersebut.

Sudah 2 bulan kami menikah, aku diberi cobaan yang sangat berat. Hampir saja aku bunuh diri. Tetapi syukurlah suamiku setia mendampingiku. Aku menderita penyakit belfasi mulut pencong dan mata besar sebelah.

Hari Sabtu sore aku pencong, dan hari Minggunya aku langsung dibawa oleh suamiku ke Padang. Rencananya mau berobat di RSU M. Jamil. Kebetulan kakaknya bekerja di sana. Aku sebetulnya tidak mau berobat ke Padang. Hal yang ada dipikiranku saat itu, aku mau bercerai saja dengan suamiku. Kebetulan kami belum melakukan hubungan suami istri. Karena jarak menikah dengan pesta 4 bulan, tapi suamiku menolak. Dia bilang ini teguran dari Allah karena sudah memilih aku dijadikan istri. Dulu katanya karena kecantikanku.

Aku bingung, memangnya aku cantik, ia kata suamiku. Biarlah sekarang aku terima dengan keadaan seperti ini. Aku takut ke Padang karena kalau aku ke Padang tentu aku menginap di rumah kakaknya. Sedangkan kakaknya tidak merestui pernikahan kami.

Berkat suamiku bisa meyakinkanku, akhirnya aku pergi berobat ke Padang. Setibanya ditempat kakak suamiku di Padang, aku melihat dia sangat kaget tapi ndak begitu diperlihatkannya. Hari Seninnya aku mulai berobat di rumah sakit M.Jamil. Setelah mengikuti 39 fisioterapi, tidak ada angsurannya sedikit pun, akhirnya kakak suamiku menganjurkan untuk dibawa berobat ke Cina Since. Waktu itu tempatnya di rumah makan Sarinah yang biayanya lumayan mahal. Suamiku yang menanggung semuanya. Dari keluargaku tidak keluar sepersen pun dan tidak dibantu. Sebenarnya aku kasihan sama suamiku. Namun dia bilang ndak apa-apa.

Alhamdulillah berobat dengan since angsurannya sangat banyak sekali. Setelah 15 kali diurut kemudian since memberikan obat sebotol. Obatnya dalam bentuk bulat bulat kayak taik kambing. Katanya ndak usah datang berobat kesini lagi dan sudah selesai latihannya banyak bicara.

Selama 2 bulan aku di Padang berobat. Walaupun aku berobat ke cina, tapi berobat di rumah sakit tidak ditinggalkan. Malah mungkin karena rumah sakit kasihan aku digratiskan saja berobat. Karena waktu pestaku sudah hampir dekat kami pulang kata pihak rumah sakit nanti siap pesta kesini lagi.

Oh ya selama aku berobat kami pernah kehabisan biaya. Tetapi suamiku tidak mau minta pada kakaknya. Untunglah kami bertemu dengan sahabat suamiku semasa kuliah di UNAND dulu. Dia sudah bekerja sebagai dosen pertanian di UNAND, dan sekarang dia sudah jadi Profesor atau guru besar di kampusnya.

Mungkin dia tahu kesulitan kami. Tanpa dikasih tahu oleh suami dia memberikan amplop pada suamiku. Katanya ini gajinya bulan ini. Ambillah semuanya dan dia membawa kami ke rumahnya.

Rupanya dia sudah menyiapkan beberapa pakaian untuk suamiku. Suamiku menolak pemberian sahabatnya. Tapi dia memaksa dan jangan cemas nanti banyak lagi uang yang lain katanya.

Akhirnya suamiku menerima. Esoknya kami pulang utk persiapan pesta karena undangan belum dibagikan. Singkat cerita siap pesta aku mulai kuliah lagi tapi wajah kututupi karena penyakitku masih belum sembuh secara sempurna.

Rencananya aku mau berhenti saja kuliah karena wajahku ini, tapi sahabat sahabatku melarang. Juga beberapa dosen yang dekat denganku. Setelah mendengar bujukan dari sahabat dan dosen akhirnya aku meneruskan kuliah.

Oh oya semasa kuliah, anakku yang pertama lahir perempuan. Aku melahirkan pas waktu ujian semester. Buru buru aku siapkan ujian, kemudian aku pulang. Kubilang sama temanku perutku sakit antarkan aku ke rumah sakit.

Sewaktu aku kuliah dipadang aku kos. Kalau suamiku ke Padang, aku menginap di rumah kakaknya. Waktu aku ke rumah sakit aku diantarkan oleh sahabat sahabatku satu mobil padahal dia mau ujian sesi dua tapi ditinggalkan karena mengantarkan aku ke rumah sàkit. Aku salut sama sahabatku.

Tempat kos ku kayak asrama, jadi banyak yang mengantarkan. Rupanya sahabatku itu tidak sekedar mengantarkan sampai anakku lahir ditungguin. Aku bisa mudah berurusan dirumah sakit karena kakak suamiku bekerja disana.

Setelah anakku lahir, teman temanku itu di suruh pulang oleh kakak suamiku. Walaupun berat hati akhirnya dia pulang. Dan diantara temanku itu dia rela meninggalkan ujiannya untuk pergi ke Solok memberitahukan pada suamiku tentang kelahiràn anakku.

Esoknya waktu temanku besuk aku minta maaf pada sahabatku karena ujiannya batal karena ulahku. Alhamdulillah rupanya kata temanku, kami diberi ujian susulan semuanya hari itu karena sudah berjasa mengantarkan teman ke rumah sakit. Alhamdulillah.

Singkat cerita waktu anakku lahir, aku istirahat kuliah 1 semester. Alhamdulillah berkat perjuangan yang sangat panjang aku bisa menyelesaikan kuliah dan jadi Sarjana Agama. 1 bulan siap aku wisuda aku berencana mau honor lagi di KUA tapi orang KUA menolak rancak jadi guru. Akhirnya aku mencoba mendatangi kepala sekolah MTsM utk honor. Alhamdulillah aku langsung diterima dan disuruh esoknya langsung mengajar.

Besoknya aku mengajar di Kelas 3 madrasah. Tetapi herannya selama aku mengajàr, kepala sekolah mondar mandir di teras, di lokal aku mengajar, dan aku merasa agak kikuk juga. Setelah selesai mengajar, aku langsung ke ruang kepala sekolah dan mengatakan untuk berhenti mengajar. Aku bilang aku ndak bisa ngajar.

Kemudian kepala sekolah itu bilang, “siapa bilang ibuk ndak bisa mengajar ibuk bisa kok”. Teruslah mengajar di sekolah ini katanya. Akhirnya, setelah sekian lama aku mengajar waktu ada kesempatan, aku tanya kepada kepala sekolah, “kok bapak langsung menerima saya mengajar disini?”.

Apa kata kepala sekolah, “ibuk baik orangnya masih teringat sampai sekarang di saya waktu ibuk bekerja di KUA, ambo sering manompang manggiliang soal ujian (waktu dulu mencetak soal dengan kertas sit digiling) ibuk sering membantu saya dampai selesai malahan terus disuguhi kopi”.

“Waktu ibuk ndak ada teman teman ibuk yang disana jangankan membantu, air putihpun ndak dikasih dan malahan ndak menegur. Mungkin karna ambo manumpang. Tapi ibuk memang baik.” Katanya. Dalam hati saya selalu terpikir dengan apa dibalas jasa ibuk. ibuk maaf ibuk cantik tapi baik. Itulah sebabnya waktu ibuk mau mengajar di sekolah ini langsung ambo terima.

Bukit telah kudaki. Begitulah aku mengajar honor di MTsM itu selama lebih kurang 10 tahun. Akhirnya aku pindah Ke SMAN 1 Bukit Sundi sebagai guru kontrak dan diangkat jadi PNS dan sertifikasi juga di SMA. Sewaktu aku mendengar ada bimtek penulisan bahan ajar dan penulisan buku di Talang Babungo timbul keinginan dalam diri untuk mengikutinya. Apalagi sang suami sangat mendukung. Sebenarnya dulu saya juga sudah sering nulis apa yang terasa, tapi sampai disana ndak tersalur. Alhamdulilah dengan adanya bimtek ini mudah-mudahan bisa tersalur apa yang ada di alama pikiran.

Aaamiin aamiin yarobbal'alamiin.... mohon bimbingan dan terima kasih.

Komentar