Kisah Inspiratif: Mengasah Bakat Yang Terpendam


Mengasah Bakat yang Terpendam
Karya :  Syafrina, S.Pd.SD



Aku bingung bagaimana cara menulis. Malu bertanya sesat di jalan. Pepatah lama yang masih ku ingat  sampai sekarang. Namun aku tak tahu kepada siapa akan bertanya.

Kegiatan menulis sejak Sekolah Dasar menghasilkan berbagai karya. Namun yang sangat disayangkan. Tulisan tersebut tidak pernah terbina. Hanya disimpan bersama tumbukan buku lain yang akhirnya dijual ke tukang loak.

Di SMP ada guru yang bernana Dra. Eliyarni. Beliau perintis Majalah Dinding sekolah. Angin segar berpihak padaku. Karyaku mendominasi setiap edisi. 

Setelah itu, semua kembali membisu. Aku tak tertarik lagi dengan “Mading” di SMK. Namun tetap menulis dalam diam.

Pertemuan  dengan Pak Syamsul Bahri, M.Pd. yang baru pindah ke SDN 03 Tanjung Balit membawa berkah. Kulihat status beliau di media sosial. Ternyata sudah berhasil menciptakan sebuah buku. Aku merasa tertipu.

Dari beliaulah aku mengenal Kabupaten Solok Menulis (KSM). Segera mendaftar menjadi anggota. Berbagai pelatihan menulis kuikuti. Setiap ada kegiatan, Pak Eidmond selalu mengajakku ikut.Aku senang sekali dapat menyalurkan minatku selama ini.

Sering menggunakan media sosial juga membawa keuntungan yang tak ternilai harganya. Kubaca status yang dikomentari  Buk Haryenti, Guru MTs.N 7 Solok.

Itulah yang mempertemukan aku dengan Pak Adhan Chaniago, pimpinan Penerbit Insan Cendikia Mandiri.

Aku mengikuti diklat menulis online yang bernama Adhan Writing Champ (AWC) Bath 2. Karya yang dirilis selama 3 tahun berhasil diterbitkan.

Tak puas sampai di situ.  Adhan Writing Champ (AWC) Bath 3 tak luput dari incaran.  Maka lahirlah buku kedua yang dirilis kurang dari satu bulan.

Kumulai dengan Bismillah. Semula dengan tulisan tangan, lalu diketik. Kertas bekas  dimanfaatkan. Takut idenya keburu kabur. Sekarang kertas-kertas itu masih tersimpan.

Diwaktu senggang kumenulis . Sepuluh menit bisa 5 atau 6 halaman. Tak peduli nyambung atau tidak. Bisa dipakai atau tidak. Barulah tulisan  itu diketik, disortir, diedit.

Bagian yang bagus diambil dan yang kurang bagus dibuang. Dari tulisan itu ada yang terbuang 50 %, ada yang 75%, bahkan ada yang tidak terpakai sama sekali.

Proses editing berulang. Kalau menurutku sudah bagus barulah menjadi sebuah karya. setidaknya, bagus  menurutku sendiri.

Sekarang sudah tidak dikonsep lagi. Tapi langsung diketik saja, kemudian diedit. Aku tidak khawatir dengan ide yang menguap dengan mudahnya.

Buku demi buku dipelajari. Tiada hari tanpa buku. Setiap hari ada saja buku yang dibaca dan ditulis. Minimal satu halaman.

Aku tidak menjadikan menulis ini menjadi beban, tapi sebagai peringan pikiran. Tulisan akan indah disaat suntuk, sedih, kecewa, gembira  dan lain-lain.

Kalau kehabisan ide, aku pergi jalan-jalan. Menyusuri setiap detail tempat yang kulalui. Seorang penulis perlu berpetualang.

Sebenarnya aku ingin menjelajahi setiap belahan dunia. Namun impian itu terasa hanya sebuah ambisi yang terpendam. Kemungkinan dengan harapan yang sangat kecil. Akan menjadi bahan tertawaan dan cemoohan.

Tak masalah. Aku bisa memulainya. Menjelajahi dunia melalui buku. Sekarang aku tahu ada negeri seribu kisah yaitu Nepal. Korea dengan jalur kereta api bawah tanahnya. Dan Hungaria dengan masyarakatnya yang ramah.

            Sabtu 28 Desember 2019 aku mengikuti pelatihan Menulis Buku Ajar dan Buku Pengayaan. yang diadakan bersama KSM, KOGTIK dan K3S Hiliran Gumanti. Sebuah kesempatan emas untuk melangkah lebih jauh.

Sampailah kami di SDN 09 Talang Babungo tempat pelatihan diadakan. Mengangkat tema  “Penyusunan Buku Ajar dan Buku Pengayaan, bersama KSM, KOGTIK dan K3S Hiliran Gumanti” tersebut.

Hal yang seharusnya dikejar adalah ilmu. Bukan sertifikat pengisi DUPAK semata. Beruntung bila kita mendapatkan keduanya.

Munafik jika aku tidak mengharapkan hadiah. Berdebar jantungku melihat OmJay memeriksa tugas kami satu persatu. Berkali-kali tulisanku masuk ke babak demi babak penilaian.

Sengaja aku memberi tanda pada kertasku. Keberuntungan memang belum berpihak. Di sini timbullah sebuah kesadaran bahwa apa pun yang diikuti harus dengan keseriusan tingkat tinggi.

Mulai dari pengalaman ini aku berjanji pada setiap denyut nadi dan detak jantung. Aku akan konsentrasi penuh. Terlepas dari ada atau tidak ada imbalan yang didapat.

Serius menikmati ilmu yang disajikan. Harus ada yang dibawa pulang. Itu tekadku.

Betapa indahnya desa ini. Bertabur bunga di tepi jalan. Tak ada yang ingin mengusiknya. Nampaknya kesadaran menjaga lingkungan sangatlah tinggi.

Lingkungan yang asri dengan masyarakat yang ramah. Tak sia-sia si pemberi nama. Talang Babunga memang wah.

Kami diantar panitia menuju homestay yang agak jauh dari lokasi. Walaupun agak jauh tapi mempunyai keasyikan tersendiri. Melewati tempat pengilangan tebu sebagai proses pembuatan gula. Banyak ladang tebu dipinggir jalan. Konon khabarnya dulu daerah ini penghasil gula terbanyak di Sumatera. Gula tebu berkualitas terbaik dijual lokal  sampai ke daerah Jawa.

Setiap orang mempunyai impian dan cita-cita. Dengan menulis, aku berharap bisa bersalaman dengan menteri-menteri, Presiden dan pejabat tinggi disetiap jenjangnya.

Impian puncaknya adalah, dengan menulis aku bisa menginjakkan kaki di tanah suci. Baik Haji maupun umrah. Rasa rindu yang menyesak di dada. Panggilan Illahi untuk menuju rumahnya, selalu terngiang di telinga.

Ya Allah, Sang Maha Pengabul doa. Aku serahkan semua ini pada-Mu.

Komentar